wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Mahkamah Konstitusi menguatkan putusan pelarangan pernikahan beda agama. Namun, pada praktiknya cinta selalu menggiring dua insan yang berbeda agama melenggang ke pelaminan melalui beragam jalan.
Ijab kobul di depan penghulu tidak mungkin dilakukan jika istrinya tidak mau masuk Islam, begitupun sebaliknya. Namun, gereja Kristen, yang menikahkan pasangan beda agama membuka jalan hal tersebut dengan sejumlah ketentuan. Setelah pemberkatan di gereja. Pasangan beda agama menikah siri secara Islam pasca pemberkatan.
Terkait anak-anak, pasangan beda agama memiliki kesepakatan bahwa anak-anak akan mengikuti keyakinan ibunya sampai umur dewasa. Setelah itu, mereka bebas memilih apakah akan masuk Islam, atau Kristen.
Pernikahan beda agama semakin marak setiap tahunnya. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, sebanyak 48.302 pernikahan beda agama tercatat pada 2021. Padahal dalam UUP Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) telah diterangkan bahwa perkawinan yang sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan.
Tetapi bagaimana pernikahan beda agama tetap bisa terlaksana dinegeri ini?
Pernikahan beda agama tetap tercatat karena adanya UU Administrasi Kependudukan No. 23/2006 jo UU No. 24/2013 yang membuka peluang untuk hal tersebut. Pernikahan beda agama akan mendapatkan Catatan di Kantor Catatan Sipil dengan syarat sudah mendapatkan penetapan dari pengadilan. Kantor Catatan Sipil akan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. Aturan inilah yang akhirnya membuka pintu maraknya pernikahan beda agama, karena ia dianggap “legal”.
Dari dua aturan hukum yang sama-sama legal inilah kita bisa mencermati bagaimana suatu perkara dapat bernilai 2 definisi. Itu semua terjadi karena pembuatan aturan diserahkan kepada manusia yang senantiasa dipenuhi hawa nafsu. UU yang ada berbenturan dengan UU yang lain dan tidak memberikan celah supaya aturan Islam di terapkan.
Sistem kehidupan sekuler liberal membuat manusia hidup jauh dari aturan penciptanya. Menganggap bahwa kehidupannya adalah hak mereka. Bahkan sampai melanggar hukum Allah. Di saat yang sama kampanye moderasi beragama yang mengkampanyekan toleransi yang berujung pada pluralisme membuka peluang besar terjadinya pernikahan beda agama.
Hal itulah yang membuat kita menyadari bahwa adanya penjagaan terhadap akidah umat adalah hal penting. Pemerintah dengan kekuasaannya seharusnya mampu untuk menjaga akidah setiap warganya. Lewat aturan tegas berupa diterapkannya aturan Islam. Sehingga peluang untuk melakukan pernikahan beda agama tidak akan terjadi.
Selain pelarangan tegas terhadap pernikahan beda agama, negara seharusnya mampu mewujudkan pergaulan yang berlandaskan Islam, yang akan memberikan peluang interaksi laki-laki dan perempuan yang sesama muslim maupun dengan non muslim yang bukan mahram.
Dengan demikian, kebutuhan akan adanya penerapan Islam secara Kaffah di semua bidang kehidupan sangat di perlukan, demi menjaga akidah dan kehidupan umat. Wallahu’alam
Oleh : Mia Purnama (Pontianak, Kalbar)
Views: 11
Comment here