Opini

Waspada Badai Corona Varian Baru, Indonesia Harus Berbuat Apa?

blank
Bagikan di media sosialmu

 

Oleh: Miliani Ahmad

Mutasi corona B117 dipastikan sudah masuk ke Indonesia. Varian virus baru ini berasal dari Inggris. Terdeteksi dua orang warga Karawang, Jawa Barat yang terkonfirmasi positif covid-19 B117. Keduanya merupakan pekerja migran dari Arab Saudi.

Mereka tiba di tanah air pada Januari 2021 silam dan telah melakukan karantina mandiri di wisma Pademangan Jakarta. Saat ini, keduanya sudah dinyatakan negatif dan diizinkan pulang ke Karawang.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil merespons kejadian ini dengan akan tetap melakukan tes PCR berkali-kali guna memastikan keduanya benar-benar sehat agar tidak mengakibatkan kerugian banyak pihak.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berpendapat dengan memperkirakan bahwa B117 sudah masuk ke Indonesia lebih dahulu sebelum kasus ditemukan (cnnindonesia.com, 03/03/2021).

Indonesia layak waspada tatkala alarm varian baru dari virus corona telah dibunyikan. Mengingat jumlah masyarakat yang terkonfirmasi covid-19 terus meningkat. Jika varian baru ini tak tertangani dengan baik, bisa dipastikan gelombang wabah makin tak terkendali.

Selain itu, mutasi virus corona juga tak bisa diprediksi. Belumlah dunia selesai mengatasi B117, dunia dikagetkan dengan penemuan mutasi virus baru yang ditemukan di Afrika Selatan. Maka, jika respons kebijakan tidak tepat untuk menghentikan penyebaran yang lebih luas lagi, negeri ini bisa terjebak dalam dilema corona yang berkepanjangan meskipun langkah vaksinasi sudah dijalankan.

Jika ditelisik kembali, virus B117 bisa berada di Indonesia disebabkan adanya kelonggaran pintu masuk melalui jalur transportasi udara. Salah Daulay, Anggota Komisi IX DPR mengkritisi bahwa pengawasan terhadap warga yang keluar masuk dinilai masih lemah. Ia pun mengharap pemerintah bisa menutup pintu masuk untuk WNA dan dibuka sesuai kebutuhan saja.

Berkaca dari Pengalaman Lama

Kita masih ingat awal ketika virus corona masuk ke Indonesia tepat setahun lalu. Terbuka lebarnya pintu masuk lewat bandara untuk para WNA telah menuai masalah. Apalagi adanya kebijakan harga murah untuk pariwisata telah membuat sebaran virus corona terbawa ke mana saja. Virus menyebar dengan cepat dan sulit untuk mendeteksi siapa saja yang sudah terpapar virus karenanya.

Saat seluruh dunia menutup pintu rumahnya, bangsa ini justru berani melakukan kebijakan ekstrem. Bukan tanpa alasan pemerintah mempertaruhkan keselamatan warga dengan membuka sektor pariwisata saat pandemi melanda. Alasan utamanya tentu untuk menambah devisa negara. Keadaan keuangan negara yang kacau menjadikan kebijakan berjalan mengikuti kebutuhan finansial. Ibaratnya di mana ada peluang di situ ada kesempatan untuk mendulang uang.

Kapitalisme, Akar Semua Masalah

Memang sudah semestinya kebijakan-kebijakan yang lahir dalam sebuah negara selalu mengedepankan keselamatan rakyat dan juga memperhitungkan nasib bangsa ke depannya. Nyawa masyarakat menjadi prioritas yang mesti dilindungi apa pun alasannya. Namun, gambaran yang demikian seakan-akan hanya menjadi retorika tatkala kebijakan yang berjalan berbeda arah.

Semenjak pandemi melanda, negeri ini semakin terjebak dilema masalah keuangan negara. APBN yang memang sudah goyang sebelumnya, makin terkapar parah saat corona melanda. Berbagai upaya terus dilakukan agar defisit tak semakin membesar.

Sektor pajak yang menjadi komponen penting pemasukan negara menjadi terhambat karena produktivitas masyarakat semakin melambat. Banyak sektor usaha yang terpukul dan gulung tikar. Daya beli masyarakat menjadi rendah, dan PHK di mana-mana, kesemuanya menjadikan pajak yang terserap makin sedikit.

Sektor pajak yang semakin sulit digenjot, semakin menjadikan keputusan kebijakan menyasar ke mana saja. Menambah utang negara salah satunya. Alasannya, untuk menambal APBN yang makin babak belur. Selain itu juga, dengan narasi percepatan ekonomi nasional, kebijakan yang lahir kesemuanya bertumpu pada motif ekonomi. Semua sektor dipaksa berjalan termasuk membuka akses keluar masuk manusia dari dan ke Indonesia. Tentu hal ini amat membahayakan. Apalagi prosedur 3T yang berjalan kadang kurang optimal.

Sedari dulu, APBN yang selalu bertumpu pemasukannya dari sektor pajak dan utang memang sudah menuai banyak masalah. Pandemi hanya memperparahnya saja. Padahal, jika mau dihitung kekayaan yang dimiliki negeri ini begitu berlimpah dan cukup untuk membiayai APBN. Dengan kekayaan yang ada, semestinya tak membuat bingung penguasa untuk melahirkan kebijakan yang berporos pada keselamatan warganya. Negeri ini masih tetap bisa bertahan tanpa perlu membuka akses masuknya WNA hanya demi alasan menambah devisa negara.

Akan tetapi, karena kebijakan yang ada berbasis kapitalisme, semua kekayaan itu seakan-akan menjadi tak ada. Pada perjalanannya, sistem kapitalisme ini menjadikan pengelolaan SDA berada di tangan swasta. Negara hanya menjadi regulator untuk mempermudah mereka menguasai SDA. Seluruh kekayaan tersebut telah berpindah ke kantong-kantong swasta hingga hanya menyisakan remah-remahnya saja untuk bangsa ini.

Pada akhirnya, negara menjadi berat mengurus pemenuhan kebutuhan rakyatnya hingga lahirlah kebijakan yang membuat masalah corona tak kunjung sudah.

Saatnya Negeri Ini Berbenah

Mutasi corona yang begitu cepat sudah selayaknya menjadikan bangsa ini serius memperhatikan penyelesaiannya. Tak hanya selalu memikirkan sektor ekonomi para kapital yang banyak terdampak namun juga lebih mengoptimalkan keselamatan warganya.

Jika pintu masuk WNA seperti bandara menjadi salah satu sebab masuknya virus ke negeri ini, maka kebijakan kontrol ketat akses masuk perlu dijalankan. Negara tak perlu mengizinkan WNA masuk dengan alasan apa pun kecuali yang bersifat darurat. Selain itu, bagi WNA yang masuk ke negeri ini semuanya layak untuk dikarantina terlebih dahulu meskipun dalam catatan medisnya mereka dinyatakan negatif terinfeksi virus. Karena siapa tahu salah satu dari mereka adalah OTG yang tidak terdeteksi ketika mereka melakukan swab.

Langkah selanjutnya yang harus dibenahi adalah akar masalahnya yaitu kapitalisme. Sistem ini sungguh tak layak menjadi landasan mengatur kehidupan. Sifat tamak dan juga ketidakadilan yang diciptakannya membuat negeri ini termiskinkan hingga tak sanggup lagi menopang keuangan negara. Pada akhirnya, kegagalan sistem ini menimbulkan sengkarut dalam penanganan masalah kehidupan termasuk menangani masalah corona.

Sudah selayaknya negeri ini melepas kapitalisme dan kembali menatanya dengan sistem yang menggunakan aturan Allah yang Mahamulia. Sebuah sistem kehidupan yang akan membawa negeri ini menuju lebih berkah. Karena Allahlah yang telah menciptakan bumi dan juga telah menurunkan aturan untuk mengelolannya.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here