Opini

Waspadai Bahaya DBD

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia
(Aktivis Muslimah)
 
wacana-edukasi.com, OPINI-
– Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) seperti tidak ada habisnya. Di daerah Sumatera Selatan, tepatnya di daerah Banyuasin Regency, empat warga meninggal dunia akibat DBD. Hal ini cukup mengkhawatirkan. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin, Rini Pratiwi, ketika ditemui usai Pencanangan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN) di Kabupaten Banyuasin, Selasa (30/1); kasus empat orang meninggal ini dari 74 kasus DBD (www.rmolsumsel.id, Selasa 30 Januari 2024) (1). Padahal sepanjang 2023,kasus DBD di wilayah ini menunjukkan angka 154 kasus dengan satu orang meninggal.
 
Indonesia sebagai negara endemik Dengue, menghadapi tantangan yang sama setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 tercatat 98.071 kasus dengan 764 kematian (www.liputan6.com, Minggu 4 Februari 2024) (2).
 
DBD merupakan kasus penyakit masyarakat yang utama, dengan angka kematian yang cukup tinggi; terutama pada anak-anak. Kementerian Kesehatan mencatat 73 persen dari 1.183 kematian akibat DBD pada tahun 2022 adalah anak-anak berusia 0-14 tahun (www.kompas.id, Senin 5 Februari 2024) (3).
 
Penyakit DBD memang merupakan penyakit berbahaya, yang hingga hari ini belum ditemukan obatnya. Penyakit DBD akibat virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang berkembang biak di tempat penampungan air yang biasa dipergunakan sehari-hari; seperti bak mandi, tempayan maupun genangan air yang tidak langsung berhubungan dengan tanah. Penularannya biasanya terjadi pada musim hujan, tepatnya pada saat perubahan musim.
 
Memahami mekanisme penularan DBD pada tubuh manusia ini, maka untuk mencegah penyakit ini menggejala di masyarakat, dibutuhkan upaya pencegahan yang efektif. Upaya yang paling efektif untuk pengendalian penyakit DBD yaitu dengan melakukan upaya preventif, yaitu dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD (Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah) tanpa mengabaikan peningkatan kewaspadaan KLB (Kejadian Luar Biasa), serta penatalaksanaan kasus. Selain itu juga dibutuhkan lingkungan bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) oleh masyarakat. Semua ini membutuhkan langkah terpadu yang didukung oleh masyarakat, dan juga negara yang seharusnya berada di garda terdepan dalam menjamin kesehatan dan keselamatan individu rakyat. Namun dalam sistem sekuler kapitalisme di negeri ini, tidak ada jaminan kesehatan bagi setiap individu rakyat. Hal ini terlihat dari komersialisasi di bidang kesehatan yang membebani rakyat.
 
Adanya mekanisme BPJS tidak bisa disebut sebagai jaminan kesehatan, sebab rakyat harus membayar premi tiap bulan, dan pelayanannya pun didapat dengan prosedur yang rumit. Jika jaminan kesehatan bagi yang sakit saja tidak ada, terlebih jaminan terwujudnya ruang hidup kondusif bagi peningkatan kesehatan setiap individu, sekaligus sebagai faktor pencegah teridap berbagai penyakit.
 
Penyuluhan dan sosialisasi kesehatan yang dilakukan oleh negara, sudah dipandang sebagai bentuk pencegahan. Padahal melaksanakan program terpadu mencegah penyakit menular seperti DBD, tentu membutuhkan dukungan ekonomi. Sementara hari ini masyarakat dihadapkan pada kesulitan hidup akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Bagaimana mungkin bisa hidup dengan lingkungan yang sehat, jika memiliki rumah ideal dan asri saja tidak mampu. Bahkan tak sedikit masyarakat berada dalam kondisi homeless alias tidak memiliki tempat tinggal. Ditambah lagi tata ruang perkotaan hingga pedesaan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat, di mana mereka tinggal di pemukiman padat penduduk dengan kondisi sanitasi dan saluran pembuangan yang buruk.
 
Kemiskinan melanda puluhan juta masyarakat negeri ini, juga memastikan tidak adanya daya tahan tubuh yang kuat untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD. Negara telah gagal menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat, dengan melonjaknya harga kebutuhan pangan rakyat. Tidak ada jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok berupa pangan yang layak dan bergizi bagi masyarakat. Fakta bansos pun hanya menjangkau sebagian kecil rakyat, itu pun tidak diberikan secara ajek. Karenanya sudah sangat jelas bahwa kegagalan mencegah penularan DBD di negeri ini bersifat sistemis, yakni dijadikannya sistem Kapitalisme-Sekuler sebagai pijakan dalam bernegara.
 
Persoalan penyakit menular seperti DBD dan penyakit menular lainnya, sejatinya akan tuntas melalui penerapan aturan Islam dalam segala aspeknya dalam kehidupan.
 
Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara atas rakyatnya, individu per individu. Khalifah bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap kesehatan rakyatnya. Apalagi kekuasaan dalam Islam dipahami sebagai amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat nanti.
 
Kehadiran politik kesehatan Islam yang dijalankan oleh Khilafah, meniscayakan terwujudnya upaya promotif-preventif bagi terawatnya kesehatan setiap individu rakyatnya sepanjang hidup mereka.
 
Khilafah memastikan masyarakat memiliki tempat tinggal yang layak, dengan tata ruang yang rapi, bersih, dan sesuai standar tata ruang perkotaan ideal.
 
Selain itu, Khilafah melakukan edukasi yang mendorong masyarakat menerapkan pola hidup sehat. Semua ini tentu didukung oleh pendidikan Islam, yang membentuk kepribadian Islam masyarakat. Sehingga dorongan untuk hidup sehat bukan hanya agar terhindar dari berbagai penyakit, tetapi dorongan ruhiyah.
 
Dalam mencegah kasus DBD, Khilafah akan meningkatkan peran keluarga untuk melakukan pemantauan, pemeriksaan dan pemberantasan jentik, dengan konsep Jumantik Rumah Tangga atau Satu Rumah Satu Jumantik. Khilafah memastikan kesadaran akan adanya pencegahan dipahami sejak dini oleh masyarakat.
 
Khilafah akan membentuk sistem yang kuat untuk mengantisipasi kegiatan ini. Pada saat yang sama, sistem kesehatan Islam yang kuat dan tangguh, termasuk pembiayaan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai, hingga pelosok negeri menjadikan setiap negara bisa mengakses pelayanan tersebut dengan gratis. Sehingga terwujud kesiapan rumah sakit untuk menangani penderita yang membutuhkan rawat inap. Dan Khilafah memberikan pelayanan terbaik tanpa membedakan latar belakang pasien.
 
Inilah negara Khilafah yang benar-benar tulus hadir melayani kepentingan kesehatan masyarakat dengan mutu pelayanan terbaik.
 
Wallahu’alam Bishshawab
 
Catatan Kaki :
(1)    https://www.rmolsumsel.id/empat-warga-banyuasin-meninggal-dunia-akibat-demam-berdarah-dengue
(2)    https://www.liputan6.com/health/read/5520548/kasus-dbd-naik-drastis-10-tahun-terakhir-kematiannya-sentuh-764-sepanjang-2023
(3)    https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/02/05/73-persen-kematian-dbd-terjadi-pada-anak

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here