Opini

Wilayah Ring of Fire yang Minim Mitigasi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Mahrita Julia Hapsari (Komunitas Muslimah untuk Peradaban)

Wacana-edukasi.com — Gempa berkekuatan 6,1 magnitudo telah menggoyang Malang, Jawa Timur pada Sabtu (10/04/2021) siang waktu setempat. Gempa tektonik berskala menengah tersebut dirasakan oleh sejumlah wilayah di Pulau Jawa. Tak hanya di Pulau Jawa, gempa juga terasa hingga ke Pulau Bali dan Nusa Tenggara.

Data dari BNPB Kabupaten Malang, gempa Malang merusakkan 4.404 rumah, 170 sekolah, 64 rumah ibadah, 12 fasilitas kesehatan, 15 fasilitas umum lainnya, 4 orang tewas, dan 104 korban luka-luka (liputan6.com, 15/04/2021).

Presiden Jokowi memberikan komentar pasca gempa. Dalam keterangannya ia menjelaskan bahwa Indonesia berada di wilayah ring of fire, cincin api. Maka aktivitas alam bisa terjadi setiap saat, baik gempa dan lain-lain. Sehingga, diperlukan kesiapan pemerintah daerah dan masyarakat untuk menghadapi bencana (kumparan.com, 12/04/2021).

Apa itu ring of fire? Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), ring of fire atau cincin api adalah deretan gunung berapi sebanyak 850-1.000 yang membentang sepanjang 40.250 kilometer di sekitar Samudra Pasifik. Yaitu dari ujung selatan Amerika Selatan, ke sepanjang pantai barat Amerika Utara, melintasi Selat Bering, turun melalui Jepang, Indonesia dan masuk ke Selandia Baru.

Menurut BMKG, Indonesia diguncang 5.000 gempa setiap tahunnya. Wajar, karena 90 persen semua gempa bumi di dunia dan 80 persen gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api Pasifik (ring of fire) ini.

Sistem Sekuler Minim Mitigasi

Dengan fakta di atas, semestinya Indonesia mempunyai sistem mitigasi bencana yang mumpuni. Agar korban nyawa dan harta bisa diminimalisir. Pemerintah pusat maupun daerah tak cukup hanya bersikap reaktif setelah bencana terjadi. Perlu ada langkah strategi untuk mengantisipasinya.

Anggota DPR RI, Mardani Ali Sera menyoroti banyaknya bencana yang terjadi. Menurutnya, lemahnya sistem mitigasi membuat Pemda kehilangan kontrol saat bencana terjadi. perlu menjadi isu strategis nasional tentang mitigasi bencana.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua DRP RI, Azis Syamsuddin. Dia menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dalam mitigasi bencana. Selain itu, perlu ada informasi peringatan dini sehingga masyarakat bisa mengantisipasi.

Dari beberapa respons dan melihat data korban bencana, terlihat minimnya sistem mitigasi di Indonesia. Penguasa justru sibuk menanggapi dengan tanggap daruratnya, itu pun masih jauh dari kelayakan. Alasan minim anggaran membuat bantuan asal ada. Lebih banyak inisiatif dan swadaya masyarakat dibandingkan yang dilakukan oleh pemerintah.

Pemerintah kurang mengantisipasi terjadinya bencana. Peringatan dini yang dikeluarkan BMKG terkesan mubazir karena tak ada respons dari pemerintah dan hanya berharap masyarakat bisa mandiri. Sementara, tak semua masyarakat mengetahui adanya peringatan dini dari BMKG.

Rakyat yang menerima informasi pun merasa dilema. Mau menyelamatkan diri, mengungsi ke mana? Tak ada koordinasi dari pemerintah. Jika mengungsi, bagaimana dengan harta benda yang ditinggalkan? Ini pula jadi pikiran. Sebab di sistem sekuleralisme ini, tak ada yang menjamin keamanan harta dan jiwa manusia.

Sejatinya rakyat berharap agar pemerintah mengerahkan seluruh kemampuan agar bencana alam tidak menimbulkan mudarat yang besar pada manusia. Sebab demikianlah seharusnya fungsi negara. Yaitu sebagai perisai, pelindung, penjamin keamanan jiwa harta, dan pelayan rakyat.

Mitigasi di Sistem Islam

Satu-satunya sistem yang mampu mengembalikan fungsi negara hanyalah sistem islam kafah. Berstandar akidah Islam, para penguasa negeri akan menjalankan perannya sebagai pelayan rakyat. Sistem manajemen penanganan bencana akan dibuat dan dikoordinasikan sebaik mungkin sehingga bencana tak mendatangkan mudarat yang besar.

Ada tiga manajemen penangan bencana yang dilakukan oleh khilafah. Pertama, manajemen pra bencana atau mitigasi bencana. Pada fase ini, khilafah akan melakukan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik dengan pembangunan fisik maupun penyadaran peningkatan kemampuan menghadapkan ancaman bencana.

Di antara kegiatan pra bencana adalah pembangunan fisik berupa kanal, bendungan, pemecah ombak, tanggul, dan lain-lain. Reboisasi dan pemeliharaan daerah aliran sungai. Relokasi dan menata kota berbasis AMDAL dan memelihara kebersihan lingkungan.

Khilafah juga memiliki tim SAR yang memiliki kemampuan khusus serta dibekali dengan peralatan canggih. Dengan alat komunikasi, alat berat hingga alat evakuasi korban, tim SAR siap diterjunkan di mana saja bencana terjadi. Tim SAR juga aktif mengedukasi masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan mengantisipasi penanganan bencana dan recovery diri.

Kedua, saat terjadi bencana. Yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan saat bencana melanda. Di antaranya, mengevakuasi korban secepat mungkin. Membuka akses jalan, dan komunikasi dengan para korban dan tim SAR. Memblokade material bencana ke tempat lain yang tidak dihuni manusia atau tempat-tempat penyaluran yang sudah disiapkan. Menyiapkan lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum, dan posko kesehatan.

Ketiga, pasca bencana. Khilafah akan me-recovery korban bencana beserta lingkungannya. Recovery mental melalui tausiah juga menyediakan kebutuhan vital mereka. Recovery lingkungan jika masih bisa, jika tidak maka khalifah akan merelokasi warga. Keputusan me-recovery atau merelokasi tempat tinggal dan lingkungan korban bencana didasarkan pada pandangan para ahli yang meneliti dan mengkaji opsi-opsi terbaik bagi keamanan manusia.

Jadi, hanya dengan sistem Islam kafah bencana tak menimbulkan mudarat yang besar. Wallaahu a’lam bishshawab.[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here