wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Pengembangan wisata halal di Indonesia terus dilakukan, yang mana program ini merupakan salah satu program prioritas dari Kementerian Pariwisata. Kerja keras pengembangan wisata halal berbuah manis. Beberapa waktu lalu Indonesia dinobatkan menjadi surga wisata halal dunia.
Dilansir dari laman katadata.co.id (7/6/2023), Indonesia menjadi surga wisata halal dunia dengan meraih predikat Top Muslim Friendly Destination Of The Year 2023 dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 di Singapura.
Menteri Pariwisata, Sandiaga Uno mengatakan hal ini merupakan suatu capaian yang luar biasa, di mana pada 2021, Indonesia berada di peringkat keempat, dan kedua pada 2022. Awalnya pihaknya menargetkan pada 2025 meraih peringkat pertama, namun ternyata pada 2023 ini tim yang mempersiapkan berhasil mengeksekusi beberapa program andalan, sehingga berada di posisi pertama.
Wisata halal diprioritaskan sebagai salah satu sumber pemasukan negara. Padahal sejatinya ada sumber yang jauh lebih besar hasilnya jika dikelola dengan benar yaitu sumber daya alam (SDA).
Indonesia sebagai salah satu negeri muslim memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah mulai dari sumber daya alam hutan, laut, minyak bumi, gas, batu bara hingga emas. Kekayaan alam ini tersebar di berbagai provinsi yang ada, dari Sumatera hingga Papua. Sebut saja emas. Indonesia diperkirakan akan memiliki pabrik atau fasilitas pemurnian konsentrat tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE Gresik, Jawa Timur. Pabrik tersebut milik PT Freeport Indonesia (PTFI). Kelak, smelter itu bisa memproduksi emas hingga 50 ton per tahun.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas mengungkapkan smelter tembaga ini bisa menghasilkan 600.000 ton katoda tembaga per tahunnya. Selain itu juga akan menghasilkan 50 ton emas dan 150 hingga 200 ton perak per tahun perak tembaga (CBC Indonesia/ 6/6/2023).
Idealnya sumber daya alam (SDA) yang berlebih menjadi sumber kesejahteraan masyarakat, tentunya dengan tata kelola yang baik oleh negara bukan swasta asing/aseng. Lantas, bagaimana mungkin sebuah negara dengan potensi SDA yang luar biasa ini justru berpikiran mengais pendapatan yang lebih besar dari sektor non strategis seperti pariwisata?
Inilah yang terjadi pada negeri yang menerapkan sistem kapitalis-sekuler. Karena pada sistem ini asasnya yaitu materi dengan meminimalisasi peran negara dalam pengaturan ekonomi masyarakat. Swastanisasi atau privatisasi adalah salah satu perwujudannya.
Indonesia telah lama berada dalam kubangan sistem kapitalis-sekuler global. Sudah tak terhitung sumber daya alam milik rakyat diserahkan begitu saja kepada perusahaan-perusahaan asing atas nama privatisasi. Lalu apa hasilnya? Tidak lain kebangkrutan negara dan kemiskinan rakyatnya. Sebaliknya di sisi lain, terjadi kemakmuran perusahaan swasta asing/aseng.
Andaikan negeri ini menerapkan sistem Islam kaffah, maka pengelolaan kekayaan alam dilakukan sepenuhnya oleh negara. Kas negara akan cukup untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat karena jelas sumber pemasukan negara, yaitu berasal dari tiga sekor, yakni pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum dan pos zakat yang terakumulasi dalam Baitul Mal.
Terkhusus bidang pariwisata, dalam islam memaknainya sebagai tadabbur alam (memaknai ciptaan Allah swt), sekaligus memaknainya sebagai taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah swt).
Tidak kalah pentingnya pariwisata dijadikan sebagai sarana untuk berdakwah, bahwa Allah swt telah memberikan nikmat alam sehingga harus dikelola untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat. Semoga sistem Islam kembali tegak. Wallahu’alam bishowab.
Nurina, S.Pd.
Views: 12
Comment here