Opini

WNI Tanpa Perlindungan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Watini Aatifah, S.S.

wacana-edukasi.com– Miris. Lapangan pekerjaan sulit di dapat. Banyaknya tenaga asing yang masuk, syarat untuk mendapat pekerjaan yang tak lagi mudah. Kualifikasi pendidikan dan juga pengalaman sebagai syarat diterimanya karyawan baru. Ditambah lagi harus ada tambahan biaya atau administrasi ketika masuk kerja. Semua ini membuat masyarakat memilih jalan pintas mengadu nasib ke negara lain sebagai pekerja kasar. Risikonya terkadang nyawa sebagai taruhan.

Inilah yang terjadi kepada 60 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disekap di Kamboja, mereka terdiri dari 47 pria dan 8 wanita. Kabarnya 5 WNI belum selamat dari dugaan penyekapan yang terjadi di kamboja.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menuturkan lima WNI lainnya masih dalam proses pembebasan, menurutnya pihaknya telah berkordinasi dengan Menlu kamboja guna menyelamatkan WNI yang disekap tersebut.

Dari satu negara tujuan saja, sebanyak 60 WNI yang tidak mendapatkan perlindungan. Ini baru yang terdeteksi. Bagaimana dengan WNI yang tidak mengadu dan tak terdeteksi?

Hal ini patut kita renungkan, Indonesia adalah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam namun mengapa masih banyak masyarakat yang harus mempertaruhkan keselamatan dan hidupnya untuk mencari nafkah diluar negeri? Ini di sebabkan karena tidak adanya jaminan lapangan pekerjaan yang disediakan oleh penguasa kepada rakyat inilah yang menjadi faktor utama terjadinya Human trafficking dan adanya investor asing yang mengambil alih Sumber Daya Alam dalam negeri ini. Sehinggga rakyat tidak bisa mengambil manfaat dan keuntungan dari Sumber Daya Alam yang melimpah ini pada akhirnya masyarakat mau tidak mau harus berusaha sendiri demi bertahan hidup.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) berharap momentum peringatan Hari Anti-Perdagangan Orang Seduania pada 31 Juli 2022, dapat membangun kesadaran kritis masyarakat dan merefleksikan kerentanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), khususnya pada masa pandemi Covid-19 (Tempo.co)

Miris sekali di tengah pandemi Covid-19, dimana masyarakat terpapar oleh virus berjuang melawan virus agar bisa bekerja dalam kondisi pandemi justru dimanfaatkan oleh pihak yang tak punya hati. Pengurangan karyawan terjadi dimana-mana, semua orang gagap mencari lapangan pekerjaan baru untuk bertahan hidup, ini menjadi santapan lezat bagi para oknum TPO, dengan iming-iming gaji yang besar dan bisa hidup enak diluar sana, siapa yang tidak tergiur.

Seperti mendapatkan oase di padang pasir, mereka berpikir ini adalah solusi namun kenyataanya malah suatu penderitaan baru, gaji besar dan hidup enak hanyalah omong kosong.

Pemberlakuan sistem kapitalisme yang mengakibatkan ketimpangan pendapatan, pengangguran dan kemiskinan yang merajalela serta penguasaan kekuasaan alam oleh segelintir orang. Dalam sistem kapitalisme pertumbuhan ekonomi yang tinggi dianggap jalan menuju kesejahteraan, tidak peduli siapa yang menikmati dan menciptakan.

Fokus utama dari sistem ekonomi kapitalisme adalah pertumbuhan, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai semakin tinggi pula kesejahteraan yang dicapai. Namun faktanya hasil kekayaan yang dihasilkan tersebut hanya dinikmati oleh mereka yang unggul dalam kegiatan ekonomi khususnya para pemodal besar (oligarki).

Sementara mereka yang tersisih dari kegiatan ekonomi seperti orang jompo, orang cacat, orang yang berpendidikan rendah dan tidak memiliki modal tetap tidak dapat menikmati kekayaan tersebut.

Para pengambil kebijakan di negara-negara kapitalisme bukan tidak menyadari hal tersebut, berbagai cara ditempuh menambal problem pengangguran sistem ini. Termasuk pemberian subsidi progam jaminan sosial hingga pemberian waktu prakerja namun kenyataannya masalah tersebut tidak terselesaikan sebab kebebasan atau liberalisasi yang diberlakukan meniscayakayan adanya upaya menggenjot produktivitas.

Hal ini menjadi jalan mulus bagi para pemodal untuk mengelola kekayaan yang di miliki negeri ini karena itu adalah kelemahan kapitalisme dan mendistribusikan kekayaan di tengah-tengah masyarakat menjadi penyebab utama tingginya angka pengangguran.

Sistem kapitalisme yang berasaskan sekulerisme telah gagal mewujudkan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat.

Setiap sistem yang tidak bersumber dari Allah SWT pasti akan menimbulkan kerusakan, Islam telah memberikan solusi untuk menangani pengangguran dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan secara individu dan pendekatan sosial ekonomi.

Pertama pendekatan individu, melalui sistem Pendidikan khilafah memberikan pemahan kepada individu tentang wajibnya bekerja,negara Islam juga memberikan ketrampilan dan juga modal bagi yg membutuhkan Rasullulah SAW bersabda:

‘’Cukuplah seorang muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya’’ (HR.Muslim)

Ketika individu tidak bekerja baik karena malas atau tidak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja maka pemimpin Islam memaksa individu tersebut untuk bekerja, serta menyediakan sarana dan prasarananya termasuk di dalam Pendidikan.

Kedua pendekatan sosial ekonomi pemimpin Islam akan mendatangkan investasi halal untuk dikembangkan di sektor rill baik di bidang pertanian, kehutanan, kelautan maupun perdagangan, petani yang tidak memiliki modal atau lahan akan diberi oleh pemerintah, sedangkan tanah yang diterlantarkan selama tiga tahun akan diambil dari pemiliknya, penguasa Islam akan mengembangkan peralatan sehingga akan mendorong industri-industri lain seperti kelautan, kehutanan dan pertambangan, penguasa akan mengelolanya tidak diserahkan pada swasta, baik asing maupun lokal.

Dengan sistem perekonomian Islam kesejahteraan rakyat terjamin, lapangan pekerjaan tersedia masyarakat bisa hidup sejahtera dibawah naungan Islam. Wallahualam bisowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 23

Comment here