Oleh : Raihun Anhar, S.Pd
(Pemerhati Umat)
wacana-edukasi.com, OPINI– Pembakaran Alquran kembali terulang. Kejadiannya di Swedia pada Rabu, 28 Juni kemarin bertepatan dengan Idul Adha. Hal tersebut dilakukan oleh seorang ateis sekuler bernama Salwan Momika yang merupakan pengungsi dari Irak. Aksi pembakaran dilakukan di depan masjid sebagai bentuk protesnya terhadap Islam karena ia menganggap Islam sebagai ancaman. Ia melakukan tindakan buruk tersebut atas izin pengadilan tinggi Swedia. Begitulah dilansir dari tempo.co 28/6/2023
Pembakaran Alquran juga pernah terjadi di Amerika Serikat pada 11 September 2010. Kemudian Denmark yang dimana pelakunya tidak dihukum karena negara sekuler yang menjunjung tinggi kebebasan. Swedia sendiri pada awal tahun ini sudah terjadi pembakaran Alquran yang dilakukan oleh seorang pimpinan partai sayap kanan yaitu Rasmus Paludan. Tempo.co 25/1/2023
Dari semua kasus diatas tidak ada dari pelakunya yang mendapatkan hukuman yang adil. Mengapa demikian? Semua negara yang disebutkan diatas adalah negara sekuler yang amat sangat menjunjung nilai kebebasan. Salah satu kebebasan yang dijamin adalah kebebasan berekspresi. Oleh sebab itu, maka wajar mereka tidak dihukum karena berekspresi adalah hak setiap warga negaranya.
Dari kasus ini juga dapat dikatakan bahwa pelaku tidak mendapat kebebasan di negaranya untuk melakukan hal tersebut. Membuat ia harus pergi ke negara lain yang menjamin kebebasan tersebut. Maka ia memilih Swedia. Hal itu dibuktikan dengan ia mengungsi ke Swedia dan diberi izin oleh pengadilan tinggi Swedia atas aksi pembakaran Alquran tersebut.
Setiap terjadi penistaan terhadap Islam selalu saja kaum muslim protes namun, hal itu tidak membuahkan hasil. Padahal negara yang mayoritas Islam banyak seperti Arab Saudi, Indonesia, dan lainnya. Bahkan menurut data World Atlas bahwa terdapat lima puluh negara dengan mayoritas islam. Tetapi, banyaknya negara tidak menjamin Islam terjaga dengan baik. Hal ini mengingatkan akan hadis Rasulullah Saw:
“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud).
Cinta dunia dan takut mati adalah penyebab mengapa penistaan terhadap Islam terus terjadi. Padahal kita bisa bersatu untuk menghukum pelaku penista. Namun, karena takut mati walhasil tidak bisa melakukan apa-apa selain mengecam. Yang kita ketahui bahwa kecaman tidak membawa pengaruh untuk menghentikannya.
Berbeda halnya dengan dahulu, kaum muslim sedikit dan hanya memiliki satu negara tetapi tidak ada yang berani membakar Al-Qur’an. Pada masa hijrahnya Rasulullah Saw ke Madinah beliau mampu menjadikan Islam bermartabat tinggi sehingga di takuti oleh peradaban besar seperti Persia dan Romawi waktu itu.
Tidak pernah terjadi pembakaran Alquran dimasa awal Islam berjaya walaupun saat itu jumlah mereka sedikit. Luar biasa bukan? Dahulu sebelum Rasulullah Saw hijrah, jazirah Arab meremehkan Beliau hingga beliau dilempari batu oleh penduduk Thaif, di caci maki oleh penduduk Mekkah. Semua itu berubah takala hijrahnya Nabi Saw ke Madinah dan memimpin kaum muslim dengan Islam. Rasulullah Saw mampu menaklukkan Mekkah untuk tunduk dibawa kekuasaan Islam, Yahudi di usir dari Madinah karena melanggar perjanjian, Persia dan Romawi takluk di bawah kepemimpinan Islam. Walhasil tidak ada yang berani melakukan pembakaran Alquran karena kaum muslim tidak takut mati malah sangat mendambakan mati syahid di Medan jihad.
Hal tersebut juga dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Para Khalifah juga tidak akan membiarkan siapapun menista Islam seperti pernah terjadi dimasa kepemimpinan Abu Bakar. Pada masa itu beberapa kaum muslim tidak mau membayar zakat sehingga Abu Bakar mengutus pasukan untuk memerangi mereka hingga mau berzakat.
Umar bin Khattab sendiri pernah menebas leher seseorang dikarenakan telah menghina Nabi Saw secara tidak langsung. Dikisahkan bahwa ada dua orang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah Saw namun karena belum puas dengan jawaban Nabi mereka bertanya lagi kepada Umar. Kemudian ia bertanya kepada mereka sudahkan kalian bertanya hal ini kepada Rasulullah? Mereka menjawab sudah. Setelah mendengar jawaban mereka, Umar ke belakang mengambil pedang lalu menebas leher orang tersebut.
Dari kisah kedua Khalifah (Abu Bakar dan Umar bin Khattab) diatas menunjukkan bahwa pemimpin akan melakukan apapun untuk membela agamanya. Jika lisan tak mampu menghentikan keburukan maka kekuasaan berlaku. Dengan kekuasaan Islam dalam sebuah negara yang dikenal dengan khilafah, tidak ada kafir yang berani menista Islam kecuali ia dihukum atau bahkan bisa mati.
Maka dari itu, satu-satunya cara untuk menghentikan penistaan terhadap Islam adalah bersatu dalam khilafah. Lima puluh negara bersatu menjadi satu negara dan menggunakan Islam sebagai way of life. Dengan begitu takala ada penistaan terhadap Islam maka negara akan bertindak sebagaimana Khalifah Abu Bakar dan Umar. Pembelaan berupa kecaman tidak berpengaruh, jihad berlaku untuk menunjukkan bahwa Islam memiliki power ke dunia. Dengan begitu maka tidak ada lagi orang yang berani membakar Alquran.
Oleh sebab itu kita hanya membutuhkan satu negara saja untuk menjaga Islam. Bersatu dibawah kepemimpinan Islam dan tidak disekat oleh nasionalisme. Islam tanpa negara akan diremehkan seperti hari ini. Sehingga kita butuh negara. Imam Al Ghazali pernah berkata dalam kitabnya Al iqthisad Fi Al I’tiqad bahwa agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama merupakan fondasinya sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Maka kita butuh negara untuk menjaga Islam. Wallahu alam bii sawwab
Views: 30
Comment here