Oleh : Dite Umma Gaza (Pegiat Dakwah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Air adalah salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Tanpa air, manusia tidak dapat bertahan hidup, dan lingkungan menjadi tidak terawat hingga tidak nyaman untuk ditinggali.
Diberitakan AntaraNews (22/05/24), World Water Forum ke-10 tahun 2024 menghasilkan penandatanganan kesepakatan. Kesepakatan tersebut berupa pendanaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Karian-Serpong, Banten, dan nota kesepahaman (MoU) mengenai Net-Zero Water Supply Infrastructure Project di Ibu Kota Nusantara (IKN).
SPAM Regional Karian-Serpong merupakan Proyek Strategis Nasional berkapasitas 4.600 liter/detik. SPAM tersebut diharapkan dapat memberikan akses air minum kepada 1,84 juta penduduk yang tinggal di Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Banten, khususnya di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Proyek SPAM Regional Karian-Serpong memiliki nilai investasi sebesar Rp2,4 triliun. Sebelumnya, Kementerian PUPR telah membangun satu proyek SPAM berkapasitas 300 liter per detik di IKN yang direncanakan beroperasi pada Juli 2024.
Tata Kelola Air dalam Sistem Kapitalisme
Ketersediaan infrastruktur air di Indonesia memang sangat rendah. Kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat juga masih minim pengawasannya. Salah satu buktinya adalah banyaknya sampah yang tidak diolah dengan baik, hingga menimbulkan pencemaran lingkungan.
Krisis air bersih di negeri ini bukan karena tidak tersedianya sumber-sumber air. Nyatanya negeri ini sangat kaya akan sumber air. Rakyat mengalami kesulitan untuk mengakses air. Ini adalah akibat dari tata kelola air yang salah.
Hari ini, negeri Pancasila ini menerapkan ideologi kapitalisme, maka otomatis juga menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Ideologi kapitalisme adalah ibu kandung dari demokrasi, sekularisme, feminisme, dan HAM. Sistem ini menyebabkan negara tidak memiliki sumber pendanaan yang cukup dalam mengelola air, sebab pengelolaan sumber daya alam ini diserahkan kepada asing.
Alhasil, negara berkilah tidak memiliki dana infrastruktur air untuk memenuhi ketersediaan air bagi seluruh rakyatnya. Tentu saja, karena pengelolaan diserahkan pada swasta. Inilah gambaran negara yang lepas tanggung jawab dari pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya.
Negara menggandeng pihak swasta untuk pembukaan hutan dan pembangunan tambang-tambang mineral. Dalam praktiknya, swasta bersifat sangat eksploitatif. Akibatnya sumber air rakyat rusak. Infrastruktur untuk pemenuhan ketersediaan air rakyat pun diatur dengan kebijakan yang terkesan setengah hati. Biaya yang disediakan pun sangat kecil. Metode pengolahan limbah yang dipilih adalah metode yang paling sederhana.
Hal ini menyebabkan lingkungan hidup masyarakat jauh dari kata bersih dan sehat. Meski ada proyek untuk rumah tangga seperti penyediaan air minum dan pengelolaan air limbah, tetapi jika telah diserahkan kepada swasta sejatinya tidak menyelesaikan persoalan. Pihak swasta sebagai investor menganggap proyek penyediaan air maupun sanitasi sebagai ladang bisnis, sehingga mereka ingin mendapatkan keuntungan besar.
Tentu saja hal ini berimplikasi pada sulitnya rakyat sebagai konsumen menjangkau air yang tersedia. Kehidupan rakyat semakin terimpit sebab rakyat harus membayar berbagai fasilitas yang bersumber dari air tersebut. Oleh karena itu kesepakatan-kesepakatan dalam forum WWF sejatinya hanya memperkuat kapitalisasi air di negeri ini.
Kepemilikan Air dalam Islam
Air adalah kebutuhan asasi setiap individu. Air digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan, minum dan untuk membersihkan segala sesuatu. Alhasil ketersediaan air sangat berpengaruh pada kesehatan dan kualitas hidup manusia. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan membawa mudarat bagi keberlangsungan hidup manusia seperti kelaparan, penyakit, hingga kematian.
Dalam Islam, setiap individu masyarakat apa pun latar belakangnya berhak mengakses air. Hal ini karena air adalah kebutuhan dasar publik. Karenanya, air bersih harusnya bisa diakses secara gratis. Rakyat boleh mengakses air dari sumber-sumber air yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagai mana sabda Rasulullah saw.,
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Sabda Rasul saw. ini menjelaskan bahwa sumber air dalam sebuah negara adalah milik umat. Oleh karena itu, sumber air haram hukumnya untuk diprivatisasi baik oleh individu, swasta, apalagi oleh asing.
Negara bersistem Islam, wajib membangun infrastruktur untuk pemenuhan air rakyatnya. Negara tidak boleh mengambil keuntungan darinya, sebab air adalah milik rakyat. Pembangunan adalah bagian dari pelayanan negara untuk rakyat yang pendanaannya diambil dari khas Baitul mal. Jika rakyat harus membayar pun, tidak boleh membebani, dan keuntungan yang didapatkan harus dikembalikan seluruhnya kepada rakyat.
Keuntungan tersebut harus dikembalikan dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Pengaturan sanitasi, konservasi alam, dan fungsi hutan sebagai penyangga harus dijaga. Kemajuan sains dan teknologi akan dimanfaatkan oleh negara untuk memaksimalkan pelayanan kepada rakyatnya.
Demikianlah pengaturan air dalam Islam. Sungguh kesepakatan-kesepakatan dalam forum WWF hanya akan menguntungkan swasta, mengizinkan mereka merampas sumber air yang ada. Persoalan air di negeri ini bahkan dunia, hanya akan selesai dengan penerapan sistem Islam. Hanya sistem Islam yang akan membawa keberkahan dalam kehidupan manusia.
Wallahualam bishowab.
Views: 15
Comment here